Halaman

Minggu, 12 Juni 2011

Belajar dari Barrack Obama

Belajar dari Obama

Barack Obama resmi dilantik menjadi Presiden Amerika
Serikat pada tanggal 20 Januari 2009. Di antara sekian
banyak pemberitaan mengenai Obama, ada beberapa
pelajaran menarik yang dikutip dari berbagai sumber
Semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.

I. PERUBAHAN
Budiarto Shambazy – Artikel “Selamat Barry Obama” – Kompas.com 6 November 2008 :
“Barry memiliki keyakinan pada organisasi politik yang dikelola atas basis komunitas tempat tinggal. (Buku) Dreams from My Father menyajikan perjuangan Obama mengorganisasi “mikropolitik” yang mudah diberdayakan ke skala lebih besar, mulai dari tingkat kota, regional, sampai nasional. Ia memulai awal karier politik di Chicago tahun 1983. Ia tinggalkan gaji besar di pasar saham Wall Street, New York, untuk menjadi community organizer alias politisi. “Perubahan bukan slogan kosong yang datang dari atas, tetapi dari pengalaman berpolitik di akar rumput,” kata Barry.”
II. KERJA KERAS
Budiarto Shambazy – Artikel “Selamat ‘Barry’ Obama” – Kompas.com 6 November 2008 :
“Barry organisator komunitas di Calumet, Chicago selatan, yang dihuni kalangan bawah dari warna kulit yang berwarna-warni. Dana bagi politisi “bau kencur” macam Obama datang dari kalangan kaya, kota praja, pebisnis, atau para donor di luar negeri. Gajinya pas-pasan, jadwal hariannya bagai “diuber setan”, dan akhir pekan dia habiskan untuk belajar lagi. Ia datangi rumah warga satu per satu mendata masalah mereka, mulai dari selokan mampat, leding air tak menetes, sampai bagaimana caranya mengusir para muncikari. Tak jarang ia ditolak, diusir, bahkan dimaki. Di Altgeld Gardens, Chicago selatan, Barry mencari lowongan bagi penganggur menyusul penutupan sejumlah small and
medium enterprises (SME) atau pabrik-pabrik yang produk-produknya kalah bersaing dengan kualitas barang-barang serupa dari luar negeri.”
III. TEKUN
Budiarto Shambazy – Artikel “Selamat ‘Barry’ Obama” – Kompas.com 6 November 2008 :
“Barry memaksa kota praja membongkar asbestos di apartemen karena bahan bangunan itu menjadi sumber penyakit kanker hati. Ia tak segan mengerahkan pendemo atau memanfaatkan pers untuk membongkar konspirasi pebisnis dengan politisi. Secara perlahan tetapi pasti, warga mendengar rekor Barry yang akhirnya memimpin CCRC. Ia sukses menambah jumlah organisasi anti-kenakalan remaja,
membuat sistem manajemen sampah, memperbaiki jalan, membersihkan selokan, dan membuat sistem keamanan mandiri. Barry politisi yang merangkak dari bawah, yang telah membuktikan politik pengabdian tak kenal lelah, yang jika diseriusi pasti membuahkan hasil. Ia matang berkat “politik eceran” (retail politics) yang rajin ditekuninya dengan menggeluti topik hubungan luar negeri, UU kode etik politisi, kesejahteraan rakyat miskin, pendidikan anak, masalah veteran, kesehatan, pendidikan, buruh, pensiunan, sampai pembasmian flu burung.”
IV. KEMAUAN BELAJAR
Budiarto Shambazy – Artikel “Selamat ‘Barry’ Obama” – Kompas.com 6 November 2008 :
“Barry Junior juga lulus dari Harvard Law School dan jadi presiden kulit hitam pertama di Harvard Law Review, jurnal hukum berwibawa. Ia senator kulit hitam yang ketiga dalam sejarah Amerika Serikat.”
V. KEPRIBADIAN KUAT
Simon Saragih – Artikel “Strategi Jitu Hingga 4 November” – Kompas.com 5 November 2008 :
“Salah satu alasan kehandalan organisasi Obama adalah kekuatan kepribadian orang-orang yang masuk bergabung. Organisasi memastikan, setiap orang harus tenang serta saling bekerja sama dan dari awal harus diketahui jika ada yang melanggar aturan. Risikonya adalah keluar dari organisasi. Hanya ada sekitar 3 orang yang harus di depan, sebuah angka kecil dan menunjukkan rancangan organisasi yang bagus. Tentu Obama sendiri adalah pribadi yang tenang. Dia kukuh soal itu. Banyak yang tidak paham manfaat dari ketenangan ini, yang sangat menolong dalam politik, yang pada umumnya mengandalkan penampilan dan sex appeal. Dia tak mau terlihat terlalu bersemangat dan tetap tampil tenang, ini penting bagi seorang bintang. Andaikan dia kehilangan ini, hasil mungkin akan beda.”
VI. KEJUJURAN
Simon Saragih – Artikel “Strategi Jitu Hingga 4 November” – Kompas.com 5 November 2008 :
“Obama tidak terlalu mudah dijangkau wartawan. Sebagai kandidat yang mendambakan transparansi, Obama seharusnya lebih banyak menggunakan media. Akan tetapi, Obama tidak berbohong dan tidak menghindari persoalan demi tujuan politiknya semata. Warga mencium ketulusan ini, keunggulan besar bagi seorang politisi.”
VI. ORGANISASI
Simon Saragih – Artikel “Strategi Jitu Hingga 4 November” – Kompas.com 5 November 2008 :
“Keunggulan Obama lainnya adalah dalam organisasi yang ditata mulai dari puncak hingga ke bawah. Selain memiliki pimpinan organisasi yang andal, petugas operasional di lapangan juga ditata rapi sertai melibatkan siapa saja, etnis, usia, dan ras dari segala umur. Superioritas Obama dalam perencanaan dan organisasi terlihat jelas mulai dari penggalangan dana yang mencengangkan, upaya mendekati delegasi, hingga pemanfaatan jaringan sosial, termasuk komunitas di internet (Facebook, Twitty). Bentuk organisasi dengan 700 anggota adalah salah satu kisah kesuksesan Obama yang tidak diketahui banyak orang.”
VII. TEKNOLOGI
Simon Saragih – Artikel “Strategi Jitu Hingga 4 November” – Kompas.com 5 November 2008 :
“Obama adalah figur baru dalam politik AS. Namun, idealisme dan pengalamannya selama beberapa tahun menjadi community organizer di sudut miskin Chicago selepas lulus Universitas Harvard, meyakinkan Obama bahwa politik harus bersifat Bottom-Up, bukan Top-Down. Keyakinan untuk mewujudkan politik Bottom-Up ini mewarnai cara Obama berkampanye. Majalah The Atlantic Monthly (Juni 2008) menurunkan laporan tentang mesin politik Obama. Kunci kesuksesan Obama adalah kemampuannya mengintegrasikan teknologi informasi ke dalam seluruh kampanyenya.
“Kampanye” paling awal Obama adalah sebuah malam pengumpulan dana di Silicon Valley. Pengumpulan dana yang berlangsung sebelum Obama resmi menjadi mendeklarasikan diri menjadi calon presiden ini terbukti menjadi basis bagi mesin kampanyenya. Para entrepreneur teknologi di Silicon Valley, dari perusahaan kecil dan besar, bergabung dengan Obama dan membantu merancang kampanye pengumpulan dana melalui internet. Chris Hughes, pendiri situs Facebook – sebuah jaringan sosial berbaris internet paling populer di kalangan mahasiswa dan pelajar di AS – memutuskan cuti dari perusahaannya agar bisa bekerja full-time di markas besar tim kampanye Obama di Chicago. Jaringan sosial berbasis internet itu selanjutnya menjadi tulang punggung penggalangan dana dan media bagi para relawan kampanye.
Berkat kecanggihan memanfaatkan jaringan internet, tim kampanye Obama memiliki 750.000 relawan aktif, 8.000 kelompok pendukung, dan tim ini mengorganisasi 30.000 events dalam 15 bulan kampanye pemilihan pendahuluan. Video-video rekaman pidato dan event-event yang dihadiri Obama bisa diakses gratis melalui podcast di iTunes store. Hasilnya, ratusan ribu orang bisa merasakan gemuruh pendukung Obama di tempat kampanye dan menangkap pesan kampanye melalui layar iPod masing-masing, Youtube, Facebook, dan My-Space. Secara cerdas, internet dimanfaatkan Obama dengan efektivitas yang tak dapat ditandingi kandidat lain.
Donasi melalui internet adalah politik baru yang dibawa tim kampanye Obama. Tercatat, Obama menerima donasi dari 1,3 juta orang melalui internet. Kenyataan ini menghancurkan paradigma lama pengumpulan dana melalui lobbyist dan pebisnis besar. Obama lebih mengandalkan donasi berjumlah kecil dari massa pemilih yang berjumlah jutaan orang. Tim kampanye Obama melaporkan, 94% donasi yang mereka terima datang dari individu-individu yang menyumbang kurang dari 200 dollar AS. Dengan pencapaian ini, Obama benar-benar mewujudkan dan mentranslasikan politik Bottom-Up yang dipelajari sebagai community organizer ke dalam pengumpulan dana kampanye menuju Gedung Putih.
VIII. LATAR BELAKANG
Budiarto Shambazy – Artikel “Selamat ‘Barry’ Obama” – Kompas.com 6 November 2008 :
“Barrack Hussein Obama atau Barry bersekolah di SD Negeri 04 Percobaan di Jalan Besuki, Jakarta Pusat. Ibu Barry asal Kansas, ayahnya orang Kenya. Bapak tirinya Lulu Soetoro. Waktu kecil Barry hidup sederhana di Jakarta, saat dewasa pengacara top lulusan Harvard.
Rumahnya di Jakarta tak berkakus duduk, di halaman belakang ada beberapa ekor ayam peliharaan, dan di dekat jendela banyak jemuran bergelantungan. “Jenderal-jenderal membungkam hak asasi, birokrasinya penuh korupsi. Tak ada uang untuk masuk ke sekolah internasional, saya masuk sekolah biasa dan bermain dengan anak-anak jongos, tukang jahit, atau pegawai rendahan,” tulisnya.
Setiap orang terkesiap mendengar ia menyebut namanya “Barry Hussein Obama” (mirip Saddam Hussein dan Osama bin Laden) sambil mengulurkan tangan saat kampanye jadi anggota Senat di Springfield, Illinois. Nama Barry meroket ketika dipilih sebagai pengucap pidato kunci Konvensi Partai Demokrat 2004.
“Tak ada orang hitam Amerika dan orang putih Amerika dan orang Latin Amerika dan orang Asia Amerika, yang ada hanyalah Amerika Serikat. Saya tak punya pilihan lain kecuali memercayai visi Amerika. Sebagai anak lelaki hitam dan perempuan putih, sebagai orang yang lahir di Hawaii yang multirasial bersama saudara tiri yang separuh Indonesia, punya ipar dan keponakan keturunan China, punya saudara-saudara mirip Margaret Thatcher…, saya tak bisa setia pada sebuah ras saja.” (Komapas.com)

tujaeng seong-gong eul fruiting 闘争の成功を結実 Kampf Fruchtkörper Erfolg Struggle fruiting success

Tidak ada komentar:

Posting Komentar